Tuesday, September 17, 1996

Berbeda dengan di Eropa dan Amerika Serikat Bank Dilarang 'Bermain' di Pasar Modal

Bank nasional, baik bank swasta maupun pemerintah akan tetap dilarang bermain di pasar modal, meski di berbagai negara khususnya Eropa dan Amerika Serikat memberlakukan kebijakan tersebut, sebagai persiapan menuju globalisasi pasar keuangan internasional.

Ketua Badan Analisa Keuangan dan Moneter, Drs. Marzuki Usman MA mengungkapkan, larangan tersebut secara yuridis sebagaimana tertuang dalam UU No. 7/1994, dapat dibenarkan. "Sedangkan penyertaan modal bank yang dibenarkan adalah di luar pembelian saham perusahaan go public.

Ketentuan penyertaan modal dilakukan di perusahaan keuangan seperti bank, atau perusahaan keuangan lain, misalnya modal ventura, leasing, perusahaan efek, atau perusahaan asuransi," katanya, baru-baru ini, di Yogyakarta, saat berbicara pada seminar perbankan.

Penyertaan modal bagi bank, katanya, juga bisa dibenarkan dalam bentuk investasi ke surat-surat berharga dengan syarat kualifikasi penerbitnya bisa dipertanggungjawabkan, atau investasi sejenis yang unsur spikulasinya relatif tidak ada.

"Penanaman modal di sektor itu berbeda jauh dengan pembelian saham di pasar modal, yang dikenal unsur spikulasinya sangat tinggi. Sebab fluktuasi dan ketidakpastian perkembangan saham," ujarnya.

Di luar negeri, katanya, pasar modal sudah terorganisasi dengan baik. Dalam ikhwal perusahaan di pasar modal luar negeri, juga telah terseleksi ketat dan memiliki rating tertentu, yang menjamin kualifikasinya. Parameter perkembangan perusahaan tadi juga dapat diikuti secara transparan oleh masyarakat. "Lewat kondisi itu, kegiatan kepemilikan saham oleh bank di Eropa dan Amerika tidak menimbulkan masalah," katanya.

Menurutnya, perkembagan tersebut menunjukkan perluasan kegiatan usaha perbankan yang hampir mengaburkan antara bank sebagai lembaga keuangan dengan lembaga lainnya. Sehingga perusahaan pasar modal/skurities makin meningkat dalam pemberian jasa perbankan, sebaliknya perusahaan perbankan makin meningkatkan usahanya dalam bidang skurities.

Dengan kata lain, di pasar internasional telah terjadi perubahan-perubahan di sektor keuangan yang mengarah terjadinya integrasi pasar modal dan pasar uang, yang ditandai industri perbankan melebarkan aktivitasnya ke pasar modal.

Dikatakan, bank nasional tidak akan mengikuti restrukturisasi serupa seperti perbankan di Eropa dan Amerika. Alasannya, kebijakan semacam itu akan meningkatkan resiko usaha (risk exposure) lebih besar lagi. Memang, bank nasional tidak bisa lepas dari perubahan masyarakat ke era post industrialisasi dengan ciri kegiatan ekonomi bersifat global.

Tetapi, Marzuki menekankan, bank nasional harus belajar dari Jepang. Meskipun pasar modal Jepang relatif maju dan besar, kenyataannya tidak sedikit jumlah bank yang bangkrut disebabkan aktivitas di pasar modal. Apalagi dengan Indonesia.

"Pasar modal kita masih pada tahap pertumbuhan. Tingkat kondisi itu masih menyimpan banyak kendala dalam operasionalnya. Demikian halnya perusahaan yang go public, relatif belum diketahui secara transparan oleh masyarakat, sehingga menyulitkan untuk mengetahui kondisi sebenarnya," kata mantan Ketua Bappepam (Badan Pengawasan Pasar Modal). (Sumber : Pikiran Rakyat, dikutip HAM Online, Selasa, 17 September 1996)